Media televisi sudah demikian besar daya tariknya bagi masyarakat baik sebagai pihak penyelenggara siaran maupun sebagai penikmat siaran-siaran yang disajikan. Begitu besarnya daya tarik media ini karena televisi mampu menyajikan informasi suara dan gambar dengan program tayangan yang disajikan semakin menarik dan bervariatif. Perkembangan media massa ini tidak lepas dari sejarah media pendahulu lainnya. Demikian besar minat masyarakat pada media ini juga berpengaruh besar dampaknya baik sosial, budaya, politik, ekonomi dan sektor lain di kehidupan masyarakat.
Secara harafiah televisi berasal dari kata tele (jauh) dan vision (pandangan), dapat diartikan “melihat sesuatu dari jarak jauh”. Televisi sebagai suatu alat penyampaian informasi komunikator dari kepada komunikan, merupakan salah satu bagian dari sebuah sistem yang besar dan kompleks. Alat ini akan berfungsi dengan baik apabila ditempatkan dalam sebuah sistem yang saling bekerja sesuai fungsinya. Sistem ini disebut sebagai sistem penyiaran televisi yang meliputi: sistem produksi (pesan), pemancaran gelombang dan pesawat televisi itu sendiri sebagai media penerima siaran.
Televisi berkembang begitu cepat sejalan dengan perkembangan teknologi elektronika, telah menjadi fenomena besar di abad ini, perannya amat besar dalam membentuk pola dan pendapat umum, termasuk pendapat untuk menyenangi produk-produk tertentu, demikian pula perannya amat besar dalam pembentukan perilaku dan pola berfikir (Subroto, 1994:2). Kotak ajaib ini berperan besar dalam perkembangan baik teknologi, ekonomi, politik dan di segala aspek kehidupan masyarakat.
Tidak terlepas dari gelombang perkembangan teknologi komunikasi global, perkembangan sosial, politik, budaya, ekonomi bahkan keamanan tidak bisa memisahkan diri dari pengaruh televisi. Berbagai perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat Indonesia tidak bisa dipisahkan dari peran media televisi. Hal ini mengartikulasikan kontribusi yang sangat signifikan peranan media televisi ini dalam perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Adanya teori serba media yang menyatakan bahwa media massa mempunyai kekuatan yang besar untuk mempengaruhi masyrakat, bukan saja dalam membentuk opini dan sikap tetapi juga dalam memicu terjadi gerakan sosial. Televisi pada titik tertentu menyumbangkan diseminasi dan edukasi nilai sosial baru bagi masyarakat.
Dengan perkembangan teknologi komunikasi, dunia kini dirasakan semakin sempit, karena kita dapat mengakses atau diakses orang lain tanpa dirintangi oleh jarak maupun waktu. Pesan yang disampaikan melalui media ini pun begitu dahsyat pengaruhnya terhadap masyarakat atau audiencenya. Bahkan orang-orang yang berada di balik media massa ini punya strategi dan agenda settingdalam mengolah, mengemas dan memberikan informasinya kepada khalayak sehingga memungkinkan bisa mempengaruhi pendapat maupun kebijakan sosial politik dalam sebuah negara.
Di Indonesia, msalah yang menyangkut pembangunan nasional hingga sejarah kejatuhan sebuah rezim dapat disaksikan, direkam bahkan dibentuk dalam muatan-muatan pesan yang disajikan dalam sebentuk teknologi tabung kaca ajaib ini, yang pada akhirnya mempunyai dampak yang berskala nasional bahkan internasional. Sejauh mana media televisi harus memainkan peranannya dalam pengembangan demokratisasi di Indonesia dalam bentuk yang seideal mungkin dijadikan sebagai perangkat efektif untuk pembentukan masyarakat yang kritis, lebih terdidik dan dewasa. Disamping banyaknya permasalahan dalam mengembangkan sistem pertelevisian yang berkonteks lokal sehingga mendorong pemberdayaan masyarakat sipil yang semakin kompleks dan dinamis.
SEJARAH TELEVISI
1. Gelombang pertama (8000 tahun sebelum masehi)
2. Gelombang kedua (tahun 1700-1970)
3. Gelombang ketiga (tahun 1970-2000)
3. Gelombang ketiga (tahun 1970-2000)
Lahirnya televisi sebagai media untuk menyampaikan pesan tidak lepas dari perkembangan peradaban manusia. Sejarah peradaban manusia ini oleh dibagi menjadi 3 gelombang (RM. Roy Suryo, 1996: 12-14), yakni:
Gelombang pertama ini merupakan gelombang perubahan atau peralihan budaya no maden dan pengumpulan hasil hutan ke penerapan teknologi pertanian. Dalam proses ini manusia telah menunjukkan kecenderungan untuk beralih dari budaya no maden (berpindah-pindah tempat tinggal) ke budaya untuk tinggal di suatu daerah tertentu. Salah satu ciri utama dalam peradaban gelombang pertama ini adalah digunakannya energi alamiah otot manusia, kuda dan sebagainya yang tidak dapat diperbaharui. Perkembangan peradaban manusia ini merupakan sejarah perkembangan peradaban yang mencakup kurun waktu yang lama yakni mencapai hampir 10.000 tahun.
Dalam era gelombang kedua ini ditandai dengan terjadinya revolusi industri di Inggris dengan diciptakannya berbagai perlatan mekanis yang menggunakan bahan bakar tambang alam. Energi otot manusia, hewan dan angin mulai digantikan dengan penggunaan minyak, batu bara, gas dan sebagainya yang melahirkan banyak barang-barang komsumsi secara massal.
The third wave dimulai dengan terjadinya kemajuan teknologi dalam komunikasi dan pengolahan data, penerbangan dan aplikasi angkasa luar, energi alternatif dan energi yang dapat diperbaharui serta genetik dan bioteknologi pada umumnya dengan mikro elektronik dan komputer sebagai teknologi intinya.
Dalam hubungannya dengan perkembangan dunia komunikasi antar manusia, gelombang perkembangan peradaban manusia kemudian dapat diperinci lagi menjadi:
Jaman Pra Sejarah.
35000 SM Periode pra sejarah
22000 SM Lukisan di gua-gua oleh manusia pra sejarah
Era Komunikasi Tertulis
4000 SM Tulisan bangsa Sumeria di tanah liat
1041 Pi Sheng (Cina) membuat alat cetak buku
1241 Alat cetak besi untuk cetak tanah liat dibuat di Korea
Era Komunikasi Cetak
1456 Mesin Guttenberg mencetak dengan menggunakan bahan dari besi dan ditekan memakai tangan
1769 Penemuan mesin uap oleh James Watt
1833 Sirkulasi media massa cetak pertama oleh The Mew York Sun
1839 Metode praktis fotografi oleh Daquerre untuk surat kabar
Era Telekomunikasi
1844 Ditemukannya telegram oleh Samuel Morse
1876 Alexander Graham Bell mengirim pesan lewat telepon untuk pertama kalinya
1880 Heinrich Herzt menemukan gelombang elektromagnetik
1884 Paul Nipkow menemukan televisi mekanik – Jantra Nipkow
1894 Film bioskop pertama diputar dan ditonton oleh masyarakat
1895 Guglielmo Marconi menyampaikan pesan melalui radio untuk pertama kali
1912 Lee de Forest membuat vacum tube
1920 Radio siaran diperkenalkan oleh KDKA di Pitsburgh
1923 Vladimir K Zworykin membuat lonoscope (tabung televisi)
1930 Philo T Fransworth membuat televisi rumah
1933 RCA mendemonstrasikan televisi siaran di Amerika
1941 Televisi komersial mengudara
Era Komunikasi Interaktif
1946 Komputer ENIAC dibuat di Universitas Pennsylvania
1947 William Shockley, John Barden dan Walter Barttain membuat transistor
1956 Videotape pertama kali dibuat di Ampex Redwood City California
1957 Satelit Sputnik CIS diluncurkan
1969 NASA meluncurkan Apollo XI dengan Neil Amstrong sebagai orang pertama kali menginjakkan kaki di bulan
1970 Advanced Research Project Agency (ARPA) merintis cikal bakal internet
1971 Marcian E Holf Jr membuat chip mikro prosesor di Intel Corp, CA
1975 Mikro komputer Altair 8800 dipasarkan, HBO memadukan televisi dengan satelit ruang angkasa
1976 BBC dan ITV melakukan teletex dengan penerima pesawat televisi
1977 Tv kabel interaksi diperkenalkan di Columbus Ohio
1979 Videotex pertama diperkenalkan pertama di kantor pos Inggris
1980 Jepang merintis sistem televisi HDTV
1985 ITV mulai dikembangkan di Amerika dan Jepang
1995 Televisi mulai memasuki internet (web Tv)
1996 Perangkat siaran digital dipamerkan NAB diuji coba di Olimpiade.
Keberadaan media televisi juga sangat berkaitan dengan terlebih dahulu ditemukannya fotografi dan film seluloid. Konsep photos dan graphos atau merekam gambar melalui cahaya dimulai dengan ditemukannya camera pinhole sekitar abad ke-16 hingga 17, yaitu alat berupa kotak yang terbuat dari papan kayu dan salah satu dinding kotak tersebut dilengkapi lensa obscure yaitu lubang kecil tepat ditengah-tengah.
Penyempurnaan-penyempurnaan fotografi terus berlanjut, pada tahun 1826 Joseph Nicephore Niepce dari Prancis berhasil membuat lapisan yang berasal dari campuran perak untuk menciptakan gambar pada sebuah lempengan timah tebal kemudian disinari dengan cahaya untuk menghasilkan gambar. Dalam perkembangannya, proses visualisasi kamera kemudian dilengkapi dengan lubang kecil guna menentukan cahaya yang dapat diterima oleh plat film yang berfungsi sebagai media perekaman hasil bias. Hasil fotografi adalah citra atau ilusi satu gambar tetap (still picture) sehingga tidak menghasilkan ilusi atau kesan gerakan. Perkembangan fotografi ini terus didorong dengan dirintisnya penciptaan film (motion picture) oleh Thomas Alva Edison dengan diciptakannya kinetiscope. Kemudian penemuan ini dikembangkan oleh Lumiere bersaudara pada 28 desember 1894 dengan dibuatnya cinematographe, yakni piranti yang mengkombinasikan kamera sebagai alat untuk memproses film dengan proyektor menjadi satu (Marselli Sumarno, 1996:2-3).
Penciptaan alat untuk merekam gambar yang pada mulanya hanya still picture kemudian menjadi motion picture yang masih menggunakan alat mekanik dan proses kimiawi mulai mengalami pergeseran perkembangan seiring dengan penemuan dan perkembangan listrik dan gelombang radio. Sebelumnya, pada tahun 1802 Dane menemukan teknologi radio dengan prinsip bahwa pesan dapat dikirimkan melalui kawat beraliran listrik dalam jarak pendek. James Maxwell menerapkan prinsip baru untuk mewujudkan gelombang elektromagnetis yaitu gelombang yang digunakan televisi tahun 1965. Gerakan atau gelombang elektromagnetis dapat mengarungi ruang angkasa dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya. Penemuan Maxwell ini kemudian dikembangkan Heinrich Herzt dengan menemukan gelombang elektromagnetik pada tahun 1880. Kemudian Guglielmo Marconi yang memperkenalkan proses penyampaian pesan melalui gelombang radio untuk pertama kalinya pada tahun 1895.
Pada tahun 1875 George Carey di Boston mengembangkan gambar televisi dengan hasil visualisasi yang belum sempurna. Kemudian oleh WE Sawyer dari Amerika dan Maurice Leblanc dari Perancis pada tahun 1880, visualisasi gambar televisi disempurnakan dengan penayangan elemen-elemen gambar secara cepat garis demi garis, frame demi frame. Tahun 1884 seorang mahasiswa di Berlin Jerman bernama Paul Nipkow menciptakan sebuah alat untuk memproyeksikan gambar dengan tenaga listrik dan pancaran gelombang radio yang merupakan cikal bakal pesawat televisi. Pada tahun itu pula penemuan Paul Nipkow itu dipatentkan dan bercita-cita menciptakan prinsip-prinsip pembentukan gambar yang kemudian dikenal sebagai Nipkow disk atau Jantra Nipkow (Freddy H Istanto, 1999:99). Jantra Nipkow melahirkan televisi mekanis, yaitu prinsip gambar kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen secara teratur (scanning device). Elemen-elemen itu akan membentuk gambar ketika diputar secara mekanis dengan lingkaran spiral.
Pada tahun 1920 Charles F.Jenskin (Amerika Serikat), John Lugie Baird (Skotlandia) dan Ernst FW Alexander (Amerika Serikat) membuat penelitian yang mengantar Charles F. Jenskin pada tahun 1925 berhasil membuat gambar bayangan atau silhoutte. Sedang John Lugie Baird menemukan dasar-dasar bagi televisi berwarna yang kemudian berhasil pula menciptakan prinsip-prinsip bagi pengembangan teknik gambar hidup atau bioskop. Menyusul kemudian Ernst FW Alexander dari General Electric New York pada tanggal 11 September 1928 berhasil menayangkan drama televisi untuk pertama kalinya di Amerika Serikat. Seorang ahli berkebangsaan Rusia yang hijrah ke Amerika Serikat, Vladimir K.Zworykin pada tahun 1923 merancang tabung kamera ikonoskop yang mendasari perkembangan sistim televisi elektris. Kemudian penemuan ini dilanjutkan dengan mempatentkan televisi elektronis berwarna pada tahun 1925, ciptaannya ini didemonstrasikan di New York World’s Fair pada tahun 1939.
Pada tahun 1942 perusahaan-perusahaan televisi besar mulai bermunculan di Amerika Serikat seperti NBC, CBS. Pada saat itu stasiun televisi CBS telah menyiarkan berita serbuan pasukan Jepang ke pelabuhan Pearl Harbour Hawaii. Karena serbuan Jepang ini , maka pemerintah Amerika Serikat membuat kebijakan dengan memerintahkan semua pembangunan studio radio dan televisi agar dihentikan untuk digunakan kepentingan pertahanan sipil, tempat latihan dan Palang Merah. Amerika Serikat juga berperan sebagai pelopor penggunaan televisi berwarna yang diperkenalkan pada tahun 1953. Tv kabel interaksi diperkenalkan di Columbus Ohio pada tahun 1977. pembangunan televisi kabel ini difungsikan untuk menjawab ketidakmerataan penerimaan gelombang televisi di di daerah-daerah di Amerika Serikat. Sebenarnya pada tahun 1940-an teknologi ini sudah diperkenalkan dengan menggunakan bantuan antena besar semacam decoder yang diletakkan di daerah yang tinggi kemudian sinyal diterima oleh receiver antena yang lain kemudian disalurkan ke pesawat-pesawat televisi dengan melalui kabel.
Perkembangan televisi di kawasan Eropa dpelopori oleh Inggris dengan mengawali siaran penayangan upacara penobatan raja George VI pada tahun 1937. Kemudian hampir bersamaan dengan Amerika Serikat, pada tahun 1954 mereka mulai menyiarkan program siarannya dengan tayangan televisi berwarna. Perkembangan ini diikuti oleh Jerman dengan memulai siaran televisi pada tahun 1948 kemudian negara Italia memulainya pada tahun 1953.
Di Asia pada tahun 1953 Jepang yang jauh sebelumnya melakukan penelitian-penelitian tentang televisi melakukan siaran untuk pertama kalinya dengan stasiun televisi NHK. Kemudian baru diikuti oleh negara Filipina pada tahun yang sama lalu disusul Thailand sejak tahun 1955. Pada tahun 1962, bersamaan dengan Indonesia, Republik Rakyat Cina memulai siaran televisi untuk pertama kalinya. Kebutuhan manusia pada media ini yang semakin besar juga membuat Jepang sebagai negara dengan kemampuan teknologi yang lebih maju mulai merintis sistem televisi HDTV (high definition television) pada tahun 1980, dengan teknologi ini kualitas visual yang dihasilkan dan diterima oleh penonton semakin baik.
Era satelit komunikasi
Perkembangan pesat komunikasi massa global ditandai dengan ditemukan dan digunakannya satelit ruang angkasa. Sejak menyerahnya Jerman dan Jepang kepada Sekutu pasca perang dunia kedua, upaya umat dunia untuk mejalin perdamaian dunia. Upaya ini memerlukan sarana komunikasi yang memadai dan agar informasi dapat dengan cepat dan akurat dapat disampaikan ke semua belahan dunia. Di era satelit ini, perkembangan sarana komunikasi berkembang dengan begitu cepatnya termasuk didalamnya dunia pertelevisian.
Satelit ruang angkasa digunakan sebagai alat untuk memancarkan ulang gelombang elektronik yang diterima dari bumi kemudian dapat diterima kembali dengan melampaui batas jarak dan waktu. Maka tidak mengherankan apabila kejadian di suatu wilayah dapat disebarkan dan diterima pada saat itu juga di belahan bumi lain.
Era satelit sebagai media komunikasi ditandai pada tahun 1969 oleh Amerika Serikat dengan NASA meluncurkan Apollo XI dan Neil Amstrong sebagai orang pertama kali menginjakkan kaki di bulan. Negara kita sebenarnya merupakan pelopor penggunaan satelit ruang angkasa terutama di kawasan Asia. Indonesia merupakan negara ketiga yang memiliki satelit komunikasi domestic setelah Amerika dan Canada. Satelit komunikasi domestic Palapa generasi A1 diluncurkan pada 8 Juli 1976 dan secara resmi sejak tanggal 16 Agustus 1876 Indonesia telah memiliki satelit domestic sendiri, dimana dengan menggunakan satelit domestic ini seluruh wilayah negara dapat dihubungkan melalui jaringan komunikasi, asal saja berbagai keperluan di bumi terdapat stasiun bumi kecil, stasiun pemancar dan stasiun penghubung (Sastro Subroto, 1994:36).
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DI INDONESIA
Sebenarnya Indonesia merupakan negara yang tidak kalah maju dalam dunia pertelevisian khususnya di kawasan Asia. Siaran televisi pertama kalinya di ditayangkan tanggal 17 Agustus 1962 yaitu bertepatan dengan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke XVII. Pada saat itu, siaran hanya berlangsung mulai pukul 07.30 sampai pukul 11.02 WIB untuk meliput upacara peringatan hari Proklamasi di Istana Negara. Namun yang menjadi tonggak Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah ketika Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke IV di Stadion Utama Senayan. Dengan adanya perhelatan tersebut maka siaran televisi secara kontinyu dimulai sejak tanggal 24 Agustus 1962 dan mampu menjangkau seluruh dua puluh tujuh propinsi yang ada pada waktu itu.
Sebagai satu-satunya stasiun televisi di Indonesia, TVRI yang mampu menjangkau wilayah nusantara hingga pelosok dengan menggunakan satelit komunikasi ruang angkasa kemudian berperan sebagai corong pemerintah kepada rakyat. Bahkan hingga sampai sebelum tahun 1990an, TVRI menjadi single source information bagi masyarakat dan tidak dipungkiri bahwa kemudian timbul upaya media ini dijadikan sebagai media propaganda kekuasaan.
Seiring dengan kemajuan demokrasi dan kebebasan untuk berekspresi, pada tahun 1989 pemerintah mulai membuka kran ijin untuk didirikannya televisi swasta. Tepatnya tanggal 24 Agustus 1989 Rajawali Citra Televisi atau RCTI mulai siaran untuk pertama kalinya. Siaran pada waktu itu hanya mampu diterima dalam ruang lingkup yang terbatas yaitu wilayah JABOTABEK saja kemudian daerah lain memanfaatkan decoder untuk merelay siarannya.
Setelah RCTI kemudian disusul berurutan oleh Surya Citra Televisi (SCTV) pada tahun 1990 dan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada tahun 1991. Siaran nasional RCTI dan SCTV baru dimulai tahun 1993 kemudian pada tahun 1994 berdiri ANTeve dan Indosiar. Hingga saat ini tercatat ada 11 stasiun televisiyang mengudara secara nasional, selain stasiun tersebut di atas ada Trans TV, Global TV, Lativi, Metro Tv dan TV7.
Dibukanya kebebasan pers dalam era reformasi ini bukan tidak menimbulkan banyak tantangan, ketika dunia pertelevisian kita yang dinilai oleh Garin Nugroho sebagai bayi yang langsung diajak menjadi dewasa dengan berbagai permasalahan, khususnya sumber daya manusia. Percepatan transformasi yang dipaksakan tersebut menjadikan kultur indutri televisi bertumbuh setengah jadi yang berwajah dua. Pada satu wajah, percepatan industri televisi melahirkan percepatan sumber daya manusia pada teknologi dan manajemen produksi dalam pertumbuhan berskala deret ukur. Sementara, pada wajah lain, kreativitas mengelola ide bertumbuh deret hitung. Sebutlah, kelangkaan penulis skenario hingga ide. Pada aspek apresiasi, masyarakat diperkenalkan dengan berbagai jenis program televisi dari berbagai bentuk kuis, talks show, opera sabun hingga variety show. Inilah transformasi masyarakat lisan dan baca menjadi masyarakat televisi. Sebuah migrasi besar-besaran panduan media yang menjadikan seluruh kehidupan akan mendapatkan bias dari televisi. Ketika jumlah stasiun televisi swasta terus meningkat pesat, ekonomi masih mengalami krisis, kue iklan hampir sama, dan tatanan status dan peran televisi baik nasional diatur oleh Undang-Undang Penyiaran yang disatu sisi masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat pertelevisian.
Melihat dari sisi media televisi (swasta) sebagai industri, memang menjadi sebuah dilema dan permasalahan tersendiri antara idealisme program siaran yang akan disajikan dengan pertarungan untuk mendapatkan “pendapatan” agar mampu memperrtahankan eksistensinya. Masyarakat audience sebagai tolok ukur sajian program siaran juga menjadi kurang objektif ketika dihadapkan pada kebutuhan pelaku iklan sebagai nyawa industri televisi. Maka tidak heran jika satu produk sebuah televisi yang banyak diminati (berdasarkan polling SRI yang belum tentu akurat) kemudian akan diikuti secara berbondong-bondong oleh stasiun yang lainnya. Keseragaman yang tidak mungkin menimbulkan kebingungan masyarakat. Bahkan secara umum masing-masing stasiun televisi di Indonesia belum punya identitas diri agar lebih mudah dikenal masyarakat. Menurut pandangan penulis baru Metro TV saja yang dari awal mengukuhkan dirinya sebagai stasiun news, meskipun di beberapa jam siarnya masih “tergoda” untuk menyiarkan programa hiburan.
Di era reformasi sekarang ini pemerintah membuka kebijakan untuk membuka selebar-lebarnya kebebasan pers. Hal ini menimbulkan suasana baru di bidang jurnalistik cetak maupun elektronik tidak terkecuali media televisi. Hal yang paling mencolok adalah menjamurnya stasiun-stasiun televisi lokal yang didirikan dibeberapa daerah. Namun sayang karena kurangnya sumber daya manusia yang kompatibel atau factor manajemen perusahaan yang kurang mapan atau bahkan kurang jelinya membidik peluang program siaran kelokalan yang cocok untuk kultur audience lokal, maka banyak dijumpai stasiun televisi lokal yang belum begitu maju dan hanya terkesan bertahan atau bahkan gulung tikar. Hal ini dapat dilihat adanya benang merah ketika membandingkan televisi lokal yang harus berusaha bertarung untuk menggaet pemirsa lokalnya dengan televisi nasional dengan daya tarik sajian program acaranya yang mampu menjangkau audience secara luas.
Selain permasalahan di atas, televisi lokal sekarang harus berjuang lebih keras dengan adanya persoalan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penyiaran yang berpotensi membatasi banyak hal di dunia penyiaran kita. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang penyiaran ini dalam realitanya sangat tidak sejalan dengan UU Penyiaran, yang seharusnya di pegang oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI ), banyak terpangkas dengan kewenangan Pemerintah yang terlalu besar. Sehingga mengingatkan kita pada jaman orde baru yang serba mengikat dan tak mendapat kebebasan dari pemerintah (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia). Hal ini tentunya menjadi keprihatinan, ketika televisi lokal yang diharapkan sebagai warna baru dunia penyiaran tanah air dan menjadi salah satu media massa yang menjadi kebanggaan masyarakat daerah dengan semangat kelokalan/otonomi daerah sudah harus berhadapan dengan berbagai tantangan. Berbagai daerah selama ini di sadari kurang optimal diangkat dalam wujud audio visual. Sehingga kehadiran televisi lokal, menjadi solusi penting untuk hal tersebut. Paket tayangan yang bermaterikan sosial, budaya, pariwisata, ekonomi, dan unsur kedaerahan lainnya tentunya menjadi suatu kebutuhan bagi seluruh lapisan masyarakat tersebut, demi optimalisasi pembangunan setempat. Termasuk diantaranya harapan atas peluang pembukaan lapangan pekerjaan baru bagi daerah.
TELEVISI SEBAGAI MEDIA MASSA
Tidak dapat dipungkiri peran televisi saat ini semakin besar dan peranannya sebagai media komunikasi visual sangat luar biasa dibandingkan media-masa yang lain. Televisi mampu mengkomunikasikan pesan-pesannya dengan cara yang sangat sederhana lewat pancaran sinar yang dibentuk oleh garis-garis tabung elektronik dan bersifat sepintas atau transitory. Maka pesan yang disampaikan harus lebih mudah dipahami dalam sekilas dan dengan jenjang konsentrasi yang tidak setinggi seperti membaca misalnya. Pesan-pesan yang harus bersifat begitu sederhana itu, dengan idiom-idiom gambar yang sangat universal sehingga tayangan untuk orang dewasa pun dengan mudah pula dipahami oleh anak-anak. Pesan-pesan yang disampaikan secara audio (bahasa tutur) berentang kosakata sangat terbatas menyebabkan interaksi televisi dengan pemirsa dianggap selesai segera setelah informasi lewat tanpa dapat direvisi, diverifikasi apalagi dievaluasi. Munculnya televisi menghadirkan suatu revolusi dimana manusia dihadapkan pada jaman komunikasi visual pada layar televisi.
Pada dasarnya media televisi mempunyai peranan pokok yaitu memberikan informasi atau pesan yang mengandung unsur pendidikan, penerangan, hiburan dan promosi. Dengan tugas dan peranan yang harus diemban diiringi dengan tumbuhnya kompetisi dari sekian banyak jumlah stasiun televisi maka merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh pihak yang berkecimpung pada media penyiaran ini. Upaya meraih perhatian khalayak sebanyak mungkin tentunya juga menjadikan medan perang bagi para kompetitor untuk menyajikan progam-program siarannya semenarik mungkin.
Dengan adanya warna baru dunia pertelevisian Indonesia ini maka masyarakat sebagai konsumen media ini mempunyai banyak pilihan untuk mengakses informasi yang akan didapatnya dengan memilih channel favorit mereka. Adanya televisi swasta ini jelas didorong oleh adanya pelaku di bidang ini yang tidak semata hanya sebagai penyelenggara siaran namun berlandaskan pada landasan bisnis. Kapitalisme industri televisi Indonesia memang sangat berpengaruh besar pada sajian tayangan yang diberikan kepada khalayak.
Daya tarik televisi yang sangat luar biasa juga menimbulkan pengaruh yang sangat kuat akan dampak dari sebuah siaran televisi. Kekuatan untuk membentuk opini masyarakat secara global dan cepat dan menciptakan efek-efek yang luar-biasa yang mampu mengubah dan mempengaruhi perilaku pemirsanya harus diimbangi dengan lahirnya kebijakan maupun etika dalam mengatur media ini agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
PENUTUP
Sebagai manusia yang hidup di jaman sekarang ini, kita bersyukur mempunyai peradaban yang sudah demikian maju baik budaya sosial politik maupun teknologi. Media televisi yang begitu pesat perkembangannya memberikan banyak kemudahan bagi manusia untuk mendapatkan informasi yang kini hanya tinggal memilih sesuai dengan keinginannya. Dibalik itu kita sebagai penikmat sekaligus sasaran (komunikan) harus semakin dewasa untuk mampu memilih dan memilah sajian yang akan diserap melalui media ini.
Dengan perimbangan kedewasaan yang harus diikuti baik antara komunikator dan komunikan dalam proses komunikasi ini niscaya akan memberikan dampak yang sangat positif untuk kemajuan di berbagai bidang. Harus diingat betapapun hebatnya media televisi yang mampu menjangkau wilayah siar yang bahkan dikatakan tak terbatas dengan cakupan sasaran audience yang majemuk baik strata sosial, ekonomi, pendidikan, umur maupun budaya tetaplah hanya berperan sebagai alat untuk menyampaikan pesan saja. Ukuran, sifat maupun bobot informasi yang disampaikan tetap tergantung pada apa, siapa dan tujuan pesan itu diolah, dikemas dan disiarkan.
DAFTAR RUJUKAN
Suryo, RM Roy. 1996. Televisi Sebagai Fungsi Media Komunikasi Massa. Yogyakarta. Bahan Diktat Pendidikan Audio Visual Reguler LPM MANDIRI Yogyakarta
Sastro Subroto, Darwanto. 1994. Produksi Acara Televisi. Yogyakarta : Duta Wacana University Press
Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Istanto, Freddy H. Peran Televisi Dalam Masyarakat Citraan Dewasa Ini Sejarah, Perkembangan Dan Pengaruhnya. NIRMANA Vol. 1, No. 2, Juli 1999 Jurnal Jurusan Desain Komunikasi Visual, Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra
Nugroho, Garin. Industri Televisi Awas, Jurus Jual Beli Pukulan! http://www.kompas.com/kompas-cetak/0209/14/dikbud/awas32.htm
Asosiasi Televisi Lokal Indonesia, Dewan Pengurus. Juli 2005. Awal Perjalanan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia. Http://Www.Atvli.Com/Sejarah.Htm
0 komentar:
Posting Komentar